Artikel Mengenai mikroba pada wanita yang jarang ganti
pembalut saat menstruasi.
Mikroba
merupakan makhluk mikroorganisme yang
tak dapat dilihat oleh mata telanjang dan hanya dapat dilihat dengan
menggunakan mikroskop. Sering kita
ketahui bahwa bakteri merupakan organisme kecil yang peranannya lebih banyak
merugikan. Bakteri ini jika dibiarkan atau terdapat dalam jumlah banyak pada
suatu tempat dapat menyebabkan dan
menyebarkan penyakit baik itu penyakit pada manusia, hewan serta tumbuhan
tergantung jenis bakterinya.
Tahukah Kamu Pada Pembalut Yang Jarang Diganti Ketika
Menstruasi Dapat Menyebabkan Tumbuhnya Bakteri
?
Ketika
fase menstruasi datang pada seorang perempuan, terkadang membuat tidak nyaman. Kita menjadi sedikit sulit
untuk beraktivitas, kadang bagi beberapa perempuan mengalami rasa sakit.
Walaupun demikian seorang perempuan tetep harus menjalankan aktivitasnya,
terkadang banyaknya aktivitas seseorang ataupun pekerjaan yang harus ia lakukan
sehingga terkadang mereka lupa bahwa mereka sedang menstruasi sehingga mereka
lupa mengganti pembalut yang sudah berjam-jam mereka kenakan. Hal ini sangat
berbahaya bagi kesehatan organ intim perempuan, pemakaian pembaut yang terlalu
lama diganti menyebabkan timbulnya bakteri-bakteri, jamur dan mikroorganisme
lainnya. Hal ini sangat berpengaruh dan dapat menyebabkan dampak negative bagi
seorang wanita. Oleh karena itu perlu adanya perilaku hiegene pada organ intim
perempuan.
Perilaku higiene
menstruasi ini penting dilakukan karena jika tidak diterapkan dengan baik akan
berdampak negatif terhadap kesehatan reproduksi wanita. Kira kira 1% dari
jumlah wanita yang mengalami menstruasi ditemukan bakteri Staphylococcus aureus
dalam vaginanya . Didukung dengan iklim di Indonesia yang
termasuk daerah tropis dengan udara yang panas dan cukup lembab sehingga tubuh
lebih mudah untuk berkeringat dan menimbulkan bau yang tidak sedap, terutama
pada bagian tubuh yang tertutup dan lipatan-lipatan yang menyebabkan bakteri
mudah untuk berkembang biak. Jika hal ini tetap dibiarkan akan mengakibatkan
dampak yang buruk bagi masa depan wanita, seperti keputihan, infertilitas (kemandulan),
kanker leher rahim, kehamilan ektopik (hamil di luar kandungan) dan kelainan
pada bayi.
Hal seperti ini banyak terjadi pada remaja
terutama remaja yang baru tumbuh dan sudah mengalami menstruasi .
Masa remaja merupakan
tahap peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Remaja adalah kelompok usia
potensial yang mempunyai peranan besar dalam meningkatkan produktivitas
nasional, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi masa depan. Di sisi
lain, perkembangan pesat remaja dapat dilihat dari segi fisik, seksual,
intelektual, dan emosional yang menjadikan masa remaja sebagai masa yang penuh
stress dalam menghadapi risiko-risiko kesehatan reproduksi.
Berdasarkan Hasil
Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2007, jumlah remaja di
Indonesia yang berumur 10-19 tahun di Indonesia mencapai 30% dari jumlah
penduduk, yakni sekitar 1,2 juta jiwa. Hal ini tentunya dapat menjadi aset
bangsa jika remaja dapat menunjukkan potensi diri yang positif, namun
sebaliknya akan menjadi petaka jika remaja tersebut menunjukkan perilaku yang
negatif. Penelitian yang dilakukan Siti cit BKKBN (2004) di salah satu sekolah
di Jawa barat menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan remaja mengenai menstruasi masih
tergolong rendah, hanya 14% siswa yang tingkat pengetahuannya baik dalam hal
perawatan reproduksi ketika menstruasi.
Dari hasil penelitian didapatkan
data bahwa masih banyak yang belum tahu tentang cara penggunaan pembalut yang
baik. Banyak remaja yang tidak mengganti pembalut setelah dipakai lebih dari
enam jam. Padahal penggunaan pembalut lebih dari dua jam didapatkan 107
bakteri/mm2. Penggunaan pembalut yang terlalu lama dapat menimbulkan lecet,
gatal, rasa terbakar, keputihan tidak normal, serta kemungkinan akan timbul
infeksi mikroorgnisme pada organ reproduksi.
Pengetahuan tentang
kesehatan reproduksi penting untuk disebarluaskan
dan dipahami oleh remaja putri. Dengan
pengetahuan yang baik, maka akan menunjukkan perilaku kesehatan yang baik pula.
Ketidaktahuan mengenai masalah menstruasi mengakibatkan perilaku yang tidak
aman bagi kesehatan, seperti penyakit infeksi pada organ reproduksi .
Seorang remaja yang
telah dibekali pengetahuan oleh orangtua atau orang terdekat akan lebih memperhatikan
dan meningkatkan upaya higiene saat menstruasi. .
Pada saat menstruasi saluran reproduksi rentan
terkena infeksi, terutama pada pembuluh
darah dalam rahim. Oleh karena itu, kebersihan vagina harus lebih dijaga karena
kuman akan mudah sekali masuk dan menimbulkan penyakit pada saluran reproduksi.
Pada dasarnya untuk membersihkan vagina cukup dengan menggunakan air bersih,
tidak menggunakan pembilas vagina, senantiasa menjaga agar vagina tidak lembab
dan basah serta mengganti pembalut sesering mungkin, terutama setelah buang air
kecil
Berdasarkan pemaparan diatas dapat kita
ketahui perlunya menjaga kebersihan untuk organ intim perempuan terutama pada
saat menstruasi. Berdasarkan hasil peneliatian diatas anak remaja yang baru
tumbuh dan sudah mengalami mensruasi kebanyakan mereka tidak mengetahui tentang
pentingnya menjaga kebersihan disaat menstruasi. Disini perlu adanya
pengontrolan dan pengawasan orang tua terhadap meraka yang mempunyai anak
perempuan. Orang tua harus selalu membimbing dan memberikan pemahaman kepada
mereka ketika mereka mengalami menstruasi, hal-hal yang perlu diperhatikan
ketika menstruasi yaitu kebersihan organ intim yaitu perlunya seorang perempuan
untuk sering mengganti pembalut disaat menstruasi.
Namun wanita dewasa juga kebanyakan jarang
mengganti pembalut ketika menstruasi
Tak jarang perempuan dewasa juga jarang
memperhatikan kebersihan organ intim mereka. Mereka memiliki banyak kegiatan
dan banyak aktivitas ketika menstruasi tak jarang mereka melupakan kebersihan
tubuh merekadan kadang mereka terutama
mengganti pembalut yang mereka gunakan. Ha ini sangat berbahaya karena
pemakaian pembalut yang terlalu lama dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri
bahkan semakin lama semakin banyak bakteri yang berada di pembalut tersebut dan
akan berdampak negative.
Dampak negative akibat jarang mengganti pembalut
ketika menstuasi
Berdasarkan data WHO,
angka prevalensi Tahun 2006, 25%-50% candidiasis, 20%-40% bacterial vaginosis
dan 5%-15% trichomoniasis. Selain itu diksebutkan pula bahwa sebanyak 75%
wanita di seluruh dunia pernah mengalami keputihan dalam hidupnya. Indonesia
merupakan negara urutan pertama dengan kasus penderita kanker leher rahim (WHO,
2007).
Penyakit infeksi
Saluran Reproduksi adalah penyakit yang muncul karena kurang menjaga higiene
terutama saat menstruasi . Infeksi yang
terjadi disebut infeksi endogen, yaitu infeksi dari dalam alat reproduksi yang
disebabkan pertumbuhan kuman yang berlebihan yang ada di dalam alat reproduksi
yang disebabkan oleh bakteri dan kandida (jamur), seperti keputihan. Infeksi genitalia yang tidak diobati dengan sempurna merupakan faktor
resiko terjadinya insiden kanker leher rahim untuk jangka panjang .
Apa yang terjadi ketika seorang perempuan
jarang mengganti pembalut ketika menstruasi
Kalau bicara standar, sebaiknya tiap 2-4
jam ganti pembalut. Meski darahnya sedikit, kan juga ada keringat karena saat
menstruasi juga tetap beraktivitas," kata dr Ryan di sela-sela konferensi
pers Shine with Charm di STIE Perbanas, Kuningan. Cairan yang tertampung di
pembalut, baik berupa darah maupun keringat akan menciptakan kelembaban yang
sangat disukai oleh kuman. Selain bisa memicu iritasi, kelembaban di daerah
kewanitaan juga bisa memicu infeksi terutama jamur candida penyebab keputihan.
Jamur maupun bakteri memang tidak serta
merta datang dalam hitungan jam selama pembalut tidak diganti. Kuman-kuman itu
biasanya sudah ada di daerah kewanitaan, namun berada dalam masa inkubasi dan
baru aktif ketika ada pemicunya antara lain lingkungan yang lembab.
Frekuensi ganti pembalut sebanyak 2-4
jam sekali tidak bersifat mutlak, tetapi bisa disesuaikan dengan kebutuhan.
Makin aktif beraktivitas dan makin ketat pakaian dalam yang dikenakan,
frekuensinya bisa makin ditingkatkan karena kelembabannya tentu akan lebih
tinggi.
Salah satu bakteri yang terdapat divagina Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus
(S. aureus) merupakan bakteri coccus
gram positif, susunannya bergerombol dan tidak teratur seperti anggur. S. aureus tumbuh pada media cair dan
padat seperti NA (Nutrien Agar) dan BAP (Blood Agar Plate) dan dengan aktif
melakukan metabolisme, mampu fermentasi karbohidrat dan menghasilkan
bermacam-macam pigmen dari putih hingga kuning .
S.
aureus dapat ditemukan pada permukaan kulit sebagai flora
normal, terutama disekitar hidung, mulut, alat kelamin, dan sekitar anus. Dapat
menyebabkan infeksi pada luka biasanya berupa abses merupakan kumpulan nanah
atau cairan dalam jaringan yang disebabkan oleh infeksi. Jenis-jenis abses yang
spesifik diantaranya bengkak (boil), radang akar rambut (folliculitis). Infeksi
oleh S. aureus bisa menyebabkan
sindroma kulit. Infeksi S. aureus dapat
menular selama ada nanah yang keluar dari lesi atau hidung. Selain itu jari
jemari juga dapat membawa Infeksi S.
aureus dari satu bagian tubuh yang luka atau robek .
Luka adalah kerusakan
pada struktur anatomi kulit yang menyebabkan terjadinya gangguan kulit. Contoh
yang paling mudah jika jari tangan kita tersayat oleh pisau, maka luka yang
timbul akan menyebabkan terjadinya kerusakan pada kulit sehingga kulit tidak
lagi dapat melindungi struktur yang ada dibawahnya. Infeksi pada luka dapat
terjadi jika luka terkontaminasi oleh debu atau bakteri, ini disebabkan karena luka tidak dirawat
dengan baik. Salah satu bakteri yang menyebabkan infeksi pada kulit luka yaitu
bakteri S. aureus
Infeksi yang disebabkan oleh S. aureus dapat terjadi secara langsung
maupun tak langsung. Bakteri ini menghasilkan nanah oleh sebab itu bakteri
disebut bakteri piogenik .
Untuk mengurangi resiko
infeksi oleh kuman S. aureus adalah
dengan mengembalikan fungsi dari bagian tubuh yang terluka, mengurangi risiko
terjadinya infeksi dan meminimalkan terbentuknya bekas luka dengan cara
melakukan beberapa tindakan dasar seperti mencuci tangan, membersihkan luka,
membersihkan kulit disekitar luka, menutup luka, mengganti perban sesering
mungkin dan pemakaian gel yang mengandung antibiotik.
Akan tetapi penggunaan antibiotik sekarang sering menyebabkan terjadinya resistensi
bakteri terhadap zat antibiotik,
Bakteri Staphylococcus aureus