Sabtu, 25 April 2015

Tema : Mikroba di Kehidupan Sehari-hari

Artikel Mengenai mikroba pada wanita yang jarang ganti pembalut saat menstruasi.
Mikroba  merupakan makhluk mikroorganisme yang tak dapat dilihat oleh mata telanjang dan hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop. Sering  kita ketahui bahwa bakteri merupakan organisme kecil yang peranannya lebih banyak merugikan. Bakteri ini jika dibiarkan atau terdapat dalam jumlah banyak pada suatu tempat  dapat menyebabkan dan menyebarkan penyakit baik itu penyakit pada manusia, hewan serta tumbuhan tergantung jenis bakterinya.


Tahukah Kamu Pada Pembalut Yang Jarang Diganti Ketika Menstruasi Dapat Menyebabkan Tumbuhnya Bakteri  ?
Ketika fase menstruasi datang pada seorang perempuan, terkadang membuat  tidak nyaman. Kita menjadi sedikit sulit untuk beraktivitas, kadang bagi beberapa perempuan mengalami rasa sakit. Walaupun demikian seorang perempuan tetep harus menjalankan aktivitasnya, terkadang banyaknya aktivitas seseorang ataupun pekerjaan yang harus ia lakukan sehingga terkadang mereka lupa bahwa mereka sedang menstruasi sehingga mereka lupa mengganti pembalut yang sudah berjam-jam mereka kenakan. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan organ intim perempuan, pemakaian pembaut yang terlalu lama diganti menyebabkan timbulnya bakteri-bakteri, jamur dan mikroorganisme lainnya. Hal ini sangat berpengaruh dan dapat menyebabkan dampak negative bagi seorang wanita. Oleh karena itu perlu adanya perilaku hiegene pada organ intim perempuan.
Perilaku higiene menstruasi ini penting dilakukan karena jika tidak diterapkan dengan baik akan berdampak negatif terhadap kesehatan reproduksi wanita. Kira kira 1% dari jumlah wanita yang mengalami menstruasi ditemukan bakteri Staphylococcus aureus dalam vaginanya . Didukung dengan iklim di Indonesia yang termasuk daerah tropis dengan udara yang panas dan cukup lembab sehingga tubuh lebih mudah untuk berkeringat dan menimbulkan bau yang tidak sedap, terutama pada bagian tubuh yang tertutup dan lipatan-lipatan yang menyebabkan bakteri mudah untuk berkembang biak. Jika hal ini tetap dibiarkan akan mengakibatkan dampak yang buruk bagi masa depan wanita, seperti keputihan, infertilitas (kemandulan), kanker leher rahim, kehamilan ektopik (hamil di luar kandungan) dan kelainan pada bayi.


Hal seperti ini banyak terjadi pada remaja terutama remaja yang baru tumbuh dan sudah mengalami menstruasi .
Masa remaja merupakan tahap peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Remaja adalah kelompok usia potensial yang mempunyai peranan besar dalam meningkatkan produktivitas nasional, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi masa depan. Di sisi lain, perkembangan pesat remaja dapat dilihat dari segi fisik, seksual, intelektual, dan emosional yang menjadikan masa remaja sebagai masa yang penuh stress dalam menghadapi risiko-risiko kesehatan reproduksi.
Berdasarkan Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2007, jumlah remaja di Indonesia yang berumur 10-19 tahun di Indonesia mencapai 30% dari jumlah penduduk, yakni sekitar 1,2 juta jiwa. Hal ini tentunya dapat menjadi aset bangsa jika remaja dapat menunjukkan potensi diri yang positif, namun sebaliknya akan menjadi petaka jika remaja tersebut menunjukkan perilaku yang negatif. Penelitian yang dilakukan Siti cit BKKBN (2004) di salah satu sekolah di Jawa barat menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan remaja mengenai menstruasi masih tergolong rendah, hanya 14% siswa yang tingkat pengetahuannya baik dalam hal perawatan reproduksi ketika menstruasi.
Dari hasil penelitian didapatkan data bahwa masih banyak yang belum tahu tentang cara penggunaan pembalut yang baik. Banyak remaja yang tidak mengganti pembalut setelah dipakai lebih dari enam jam. Padahal penggunaan pembalut lebih dari dua jam didapatkan 107 bakteri/mm2. Penggunaan pembalut yang terlalu lama dapat menimbulkan lecet, gatal, rasa terbakar, keputihan tidak normal, serta kemungkinan akan timbul infeksi mikroorgnisme pada organ reproduksi.
Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi penting untuk disebarluaskan
dan dipahami oleh remaja putri. Dengan pengetahuan yang baik, maka akan menunjukkan perilaku kesehatan yang baik pula. Ketidaktahuan mengenai masalah menstruasi mengakibatkan perilaku yang tidak aman bagi kesehatan, seperti penyakit infeksi pada organ reproduksi .
Seorang remaja yang telah dibekali pengetahuan oleh orangtua atau orang terdekat akan lebih memperhatikan dan meningkatkan upaya higiene saat menstruasi. .
Pada saat menstruasi saluran reproduksi rentan
terkena infeksi, terutama pada pembuluh darah dalam rahim. Oleh karena itu, kebersihan vagina harus lebih dijaga karena kuman akan mudah sekali masuk dan menimbulkan penyakit pada saluran reproduksi. Pada dasarnya untuk membersihkan vagina cukup dengan menggunakan air bersih, tidak menggunakan pembilas vagina, senantiasa menjaga agar vagina tidak lembab dan basah serta mengganti pembalut sesering mungkin, terutama setelah buang air kecil


Berdasarkan pemaparan diatas dapat kita ketahui perlunya menjaga kebersihan untuk organ intim perempuan terutama pada saat menstruasi. Berdasarkan hasil peneliatian diatas anak remaja yang baru tumbuh dan sudah mengalami mensruasi kebanyakan mereka tidak mengetahui tentang pentingnya menjaga kebersihan disaat menstruasi. Disini perlu adanya pengontrolan dan pengawasan orang tua terhadap meraka yang mempunyai anak perempuan. Orang tua harus selalu membimbing dan memberikan pemahaman kepada mereka ketika mereka mengalami menstruasi, hal-hal yang perlu diperhatikan ketika menstruasi yaitu kebersihan organ intim yaitu perlunya seorang perempuan untuk sering mengganti pembalut disaat menstruasi.

Namun wanita dewasa juga kebanyakan jarang mengganti pembalut ketika menstruasi 
Tak jarang perempuan dewasa juga jarang memperhatikan kebersihan organ intim mereka. Mereka memiliki banyak kegiatan dan banyak aktivitas ketika menstruasi tak jarang mereka melupakan kebersihan tubuh merekadan kadang mereka  terutama mengganti pembalut yang mereka gunakan. Ha ini sangat berbahaya karena pemakaian pembalut yang terlalu lama dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri bahkan semakin lama semakin banyak bakteri yang berada di pembalut tersebut dan akan berdampak negative.

Dampak negative akibat jarang mengganti pembalut ketika menstuasi
Berdasarkan data WHO, angka prevalensi Tahun 2006, 25%-50% candidiasis, 20%-40% bacterial vaginosis dan 5%-15% trichomoniasis. Selain itu diksebutkan pula bahwa sebanyak 75% wanita di seluruh dunia pernah mengalami keputihan dalam hidupnya. Indonesia merupakan negara urutan pertama dengan kasus penderita kanker leher rahim (WHO, 2007).
Penyakit infeksi Saluran Reproduksi adalah penyakit yang muncul karena kurang menjaga higiene terutama saat menstruasi . Infeksi yang terjadi disebut infeksi endogen, yaitu infeksi dari dalam alat reproduksi yang disebabkan pertumbuhan kuman yang berlebihan yang ada di dalam alat reproduksi yang disebabkan oleh bakteri dan kandida (jamur), seperti keputihan. Infeksi genitalia yang tidak diobati dengan sempurna merupakan faktor resiko terjadinya insiden kanker leher rahim untuk jangka panjang .

Apa yang terjadi ketika seorang perempuan jarang mengganti pembalut ketika menstruasi
Kalau bicara standar, sebaiknya tiap 2-4 jam ganti pembalut. Meski darahnya sedikit, kan juga ada keringat karena saat menstruasi juga tetap beraktivitas," kata dr Ryan di sela-sela konferensi pers Shine with Charm di STIE Perbanas, Kuningan. Cairan yang tertampung di pembalut, baik berupa darah maupun keringat akan menciptakan kelembaban yang sangat disukai oleh kuman. Selain bisa memicu iritasi, kelembaban di daerah kewanitaan juga bisa memicu infeksi terutama jamur candida penyebab keputihan.
Jamur maupun bakteri memang tidak serta merta datang dalam hitungan jam selama pembalut tidak diganti. Kuman-kuman itu biasanya sudah ada di daerah kewanitaan, namun berada dalam masa inkubasi dan baru aktif ketika ada pemicunya antara lain lingkungan yang lembab.
Frekuensi ganti pembalut sebanyak 2-4 jam sekali tidak bersifat mutlak, tetapi bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Makin aktif beraktivitas dan makin ketat pakaian dalam yang dikenakan, frekuensinya bisa makin ditingkatkan karena kelembabannya tentu akan lebih tinggi.

Salah satu bakteri yang terdapat divagina Staphylococcus aureus
 Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan bakteri coccus gram positif, susunannya bergerombol dan tidak teratur seperti anggur. S. aureus tumbuh pada media cair dan padat seperti NA (Nutrien Agar) dan BAP (Blood Agar Plate) dan dengan aktif melakukan metabolisme, mampu fermentasi karbohidrat dan menghasilkan bermacam-macam pigmen dari putih hingga kuning .
S. aureus dapat ditemukan pada permukaan kulit sebagai flora normal, terutama disekitar hidung, mulut, alat kelamin, dan sekitar anus. Dapat menyebabkan infeksi pada luka biasanya berupa abses merupakan kumpulan nanah atau cairan dalam jaringan yang disebabkan oleh infeksi. Jenis-jenis abses yang spesifik diantaranya bengkak (boil), radang akar rambut (folliculitis). Infeksi oleh S. aureus bisa menyebabkan sindroma kulit. Infeksi S. aureus dapat menular selama ada nanah yang keluar dari lesi atau hidung. Selain itu jari jemari juga dapat membawa Infeksi S. aureus dari satu bagian tubuh yang luka atau robek .
Luka adalah kerusakan pada struktur anatomi kulit yang menyebabkan terjadinya gangguan kulit. Contoh yang paling mudah jika jari tangan kita tersayat oleh pisau, maka luka yang timbul akan menyebabkan terjadinya kerusakan pada kulit sehingga kulit tidak lagi dapat melindungi struktur yang ada dibawahnya. Infeksi pada luka dapat terjadi jika luka terkontaminasi oleh debu atau bakteri, ini disebabkan karena luka tidak dirawat dengan baik. Salah satu bakteri yang menyebabkan infeksi pada kulit luka yaitu bakteri S. aureus
 Infeksi yang disebabkan oleh S. aureus dapat terjadi secara langsung maupun tak langsung. Bakteri ini menghasilkan nanah oleh sebab itu bakteri disebut bakteri piogenik .
Untuk mengurangi resiko infeksi oleh kuman S. aureus adalah dengan mengembalikan fungsi dari bagian tubuh yang terluka, mengurangi risiko terjadinya infeksi dan meminimalkan terbentuknya bekas luka dengan cara melakukan beberapa tindakan dasar seperti mencuci tangan, membersihkan luka, membersihkan kulit disekitar luka, menutup luka, mengganti perban sesering mungkin dan pemakaian gel yang mengandung antibiotik. Akan tetapi penggunaan antibiotik sekarang sering menyebabkan terjadinya resistensi bakteri terhadap zat antibiotik,

 Bakteri Staphylococcus aureus